“Taman Bungkulku Sayang, Engkau Musnah dalam Sekejap Saja”
Dari sudut pandang saya, kemarahan Walikota Surabaya Tri
Rismaharini sudah sepantasnya dilampiaskan ketika ia melihat kondisi
kerusakan Tanaman di Taman Bungkul Surabaya. Taman yang telah meraih
berbagai penghargaan hingga tingkat Asia ini harus hancur dalam waktu
sekejap saja.
Ironis memang, melihat kondisi ini, berarti Pemerintah kota Surabaya mendapatkan Pekerjaan Rumah baru, untuk mendidik dan meng-edukasi mental masyarakat kota Surabaya. Sebab, kondisi ini menggambarkan, bahwa betapa masih rendahnya pendidikan di kota Surabaya.
Masyarakat kota Surabaya masih gemar sekali mengandalkan hal yang GRATISAN. Itu artinya, ia gemar sekali Hidupnya ditopang Orang Lain. Dari sudut pandang ini, bagaimanakah mental dan moralitas masyarakat kota Surabaya yang enggan mengandalkan diri sendiri dan mengandalkan kemampuannya sendiri?
Demi es krim yang tidak lebih dari 5 ribu rupiah, mengabaikan norma sosial. mengabaikan keindahan kota dan mengabaikan masalah lingkungan. Tidak hanya itu saja, masyarakat Surabaya juga mengabaikan nasib orang lain yang harus terkena macet-akibat ulahnya ngantri untuk yang gratisan.
Lantas, jika sudah begini, siapa yang rugi?
Kita. Kita semua masyarakat Surabaya.
Sebab, pemkot harus mengeluarkan anggaran hingga milyaran rupiah karena ulah masyarakatnya yang abai terhadap lingkungan.
Jika uang satu milyar tersebut dikalkulasikan untuk membantu memberikan modal kepada rakyat miskin, tentu sangat berguna sekali.
Untuk itu, mari kita pikirkan kembali. Mari kita renungkan. Masih kah kita terselip jiwa-jiwa yang Haus akan Bantuan Orang Lain dan Abai akan Masalah orang lain?
Masihkah kita memburu gratisan dan hidup hanya mengandalkan bantuan orang lain..? :) mari kita bangkit, mandiri dan tidak mudah mengeluh dan tidak menyusahkan hidup orang lain.. :)
Sumber: green.kompasiana.com
Ironis memang, melihat kondisi ini, berarti Pemerintah kota Surabaya mendapatkan Pekerjaan Rumah baru, untuk mendidik dan meng-edukasi mental masyarakat kota Surabaya. Sebab, kondisi ini menggambarkan, bahwa betapa masih rendahnya pendidikan di kota Surabaya.
Masyarakat kota Surabaya masih gemar sekali mengandalkan hal yang GRATISAN. Itu artinya, ia gemar sekali Hidupnya ditopang Orang Lain. Dari sudut pandang ini, bagaimanakah mental dan moralitas masyarakat kota Surabaya yang enggan mengandalkan diri sendiri dan mengandalkan kemampuannya sendiri?
Demi es krim yang tidak lebih dari 5 ribu rupiah, mengabaikan norma sosial. mengabaikan keindahan kota dan mengabaikan masalah lingkungan. Tidak hanya itu saja, masyarakat Surabaya juga mengabaikan nasib orang lain yang harus terkena macet-akibat ulahnya ngantri untuk yang gratisan.
Lantas, jika sudah begini, siapa yang rugi?
Kita. Kita semua masyarakat Surabaya.
Sebab, pemkot harus mengeluarkan anggaran hingga milyaran rupiah karena ulah masyarakatnya yang abai terhadap lingkungan.
Jika uang satu milyar tersebut dikalkulasikan untuk membantu memberikan modal kepada rakyat miskin, tentu sangat berguna sekali.
Untuk itu, mari kita pikirkan kembali. Mari kita renungkan. Masih kah kita terselip jiwa-jiwa yang Haus akan Bantuan Orang Lain dan Abai akan Masalah orang lain?
Masihkah kita memburu gratisan dan hidup hanya mengandalkan bantuan orang lain..? :) mari kita bangkit, mandiri dan tidak mudah mengeluh dan tidak menyusahkan hidup orang lain.. :)
Sumber: green.kompasiana.com
Komentar
Posting Komentar