Mencairkan Kebekuan dalam Keluarga
Kekasih tidak akur dengan keluarganya, dan itu menjadi alasan ia tidak
mau pulang kampung selama beberapa tahun belakangan. Di sisi lain, Anda
dan pasangan sedang merencanakan pernikahan. Meski bagaimana, Anda ingin
pernikahan yang direstui dan dihadiri keluarga calon pasangan.
Bagaimana meruntuhkan gengsi dan kebekuan hubungan kekasih dengan
keluarganya?
Menurut Irma Makarim, Dalam masyarakat kita, biasanya kehadiran keluarga besar cukup berperan dalam kehidupan perkawinan. Sebuah perkawinan bukan saja melibatkan pasangan, tetapi juga keluarga dari kedua belah pihak. Idealnya pasangan mendapatkan restu dari orang tua. Hubungan baik antara keluarga nantinya bukan hanya dibutuhkan calon suami, tetapi juga Anda dan anak yang lahir dari perkawinan ini. Demi kebaikan semua pihak, kalau memang ada pertikaian atau kesalahpahaman antara calon suami dan keluarganya, sebaiknya diperbaiki dahulu.
Niat baik Anda untuk membina hubungan dengan keluarga calon suami sangat terpuji. Tetapi, sebaiknya Anda lakukan sepengetahuan calon suami, bukan secara sembunyi. Sebelum Anda berkenalan dengan keluarga calon mertua, sebaiknya cari tahu, apa yang sebenarnya menjadi sumber permasalahan. Kalau ada masalah yang mendasar atau suami merasa dikecewakan atau terluka dengan sikap keluarganya, mungkin ini bisa dibicarakan dan dicari jalan keluar yang dapat diterima kedua belah pihak.
Sering kali kita melihat bahwa anak yang dekat dengan keluarga besar akan berkembang lebih baik secara emosional dan memiliki rasa percaya diri tinggi. Anda perlu berusaha mengajak calon suami untuk membuka hatinya dan menyambung kembali tali silaturahmi yang saat ini terputus dengan keluarganya. Kalau suami masih berkeras hati, paling tidak mintalah padanya membawa Anda berkenalan dengan orang tuanya, sehingga Anda bisa lebih leluasa melakukan pendekatan.
Sedangkan menurut Monty Satiadarma, memang benar bahwa Anda perlu ‘meruntuhkan’ gengsi di antara mereka, akan tetapi hindari persepsi serta niat meruntuhkan, karena istilah ini lebih cenderung destruktif dan negatif. Akan menjadi lebih baik jika Anda mengubah persepsi Anda dengan istilah ‘mencairkan’ kebekuan hubungan di antara mereka. Persepsi memengaruhi perilaku.
Jika Anda menggunakan persepsi ‘meruntuhkan’, Anda akan cenderung bertindak lebih keras. Tindakan Anda justru memperoleh tantangan dinding karang yang kokoh luar biasa dan memberi dampak melelahkan bagi diri sendiri. Jika Anda mempersepsi ‘mencairkan’ kebekuan, maka Anda cenderung memberi kehangatan dengan tidak memihak satu sama lain.
Cara yang perlu Anda lakukan adalah dengan tidak memberikan dukungan atas ungkapan negatif apa pun dari kedua belah pihak tentang satu sama lain. Biasanya dalam pola hubungan beku satu sama lain cenderung mengemukakan aspek negatif yang perlu dijauhi dari masing-masing pihak. Hindari memberi dukungan akan hal ini. Sebaliknya, beri dukungan aspek positif yang tentu tetap hadir di antara persepsi negatif mereka. Untuk lebih rinci Anda bisa menghubungi konselor di sekitar wilayah tempat tinggal Anda. Namun, sekali lagi, upaya Anda harus dilandasi niat positif mencairkan daripada niat negatif meruntuhkan.
Sumber: femina.co.id
Menurut Irma Makarim, Dalam masyarakat kita, biasanya kehadiran keluarga besar cukup berperan dalam kehidupan perkawinan. Sebuah perkawinan bukan saja melibatkan pasangan, tetapi juga keluarga dari kedua belah pihak. Idealnya pasangan mendapatkan restu dari orang tua. Hubungan baik antara keluarga nantinya bukan hanya dibutuhkan calon suami, tetapi juga Anda dan anak yang lahir dari perkawinan ini. Demi kebaikan semua pihak, kalau memang ada pertikaian atau kesalahpahaman antara calon suami dan keluarganya, sebaiknya diperbaiki dahulu.
Niat baik Anda untuk membina hubungan dengan keluarga calon suami sangat terpuji. Tetapi, sebaiknya Anda lakukan sepengetahuan calon suami, bukan secara sembunyi. Sebelum Anda berkenalan dengan keluarga calon mertua, sebaiknya cari tahu, apa yang sebenarnya menjadi sumber permasalahan. Kalau ada masalah yang mendasar atau suami merasa dikecewakan atau terluka dengan sikap keluarganya, mungkin ini bisa dibicarakan dan dicari jalan keluar yang dapat diterima kedua belah pihak.
Sering kali kita melihat bahwa anak yang dekat dengan keluarga besar akan berkembang lebih baik secara emosional dan memiliki rasa percaya diri tinggi. Anda perlu berusaha mengajak calon suami untuk membuka hatinya dan menyambung kembali tali silaturahmi yang saat ini terputus dengan keluarganya. Kalau suami masih berkeras hati, paling tidak mintalah padanya membawa Anda berkenalan dengan orang tuanya, sehingga Anda bisa lebih leluasa melakukan pendekatan.
Sedangkan menurut Monty Satiadarma, memang benar bahwa Anda perlu ‘meruntuhkan’ gengsi di antara mereka, akan tetapi hindari persepsi serta niat meruntuhkan, karena istilah ini lebih cenderung destruktif dan negatif. Akan menjadi lebih baik jika Anda mengubah persepsi Anda dengan istilah ‘mencairkan’ kebekuan hubungan di antara mereka. Persepsi memengaruhi perilaku.
Jika Anda menggunakan persepsi ‘meruntuhkan’, Anda akan cenderung bertindak lebih keras. Tindakan Anda justru memperoleh tantangan dinding karang yang kokoh luar biasa dan memberi dampak melelahkan bagi diri sendiri. Jika Anda mempersepsi ‘mencairkan’ kebekuan, maka Anda cenderung memberi kehangatan dengan tidak memihak satu sama lain.
Cara yang perlu Anda lakukan adalah dengan tidak memberikan dukungan atas ungkapan negatif apa pun dari kedua belah pihak tentang satu sama lain. Biasanya dalam pola hubungan beku satu sama lain cenderung mengemukakan aspek negatif yang perlu dijauhi dari masing-masing pihak. Hindari memberi dukungan akan hal ini. Sebaliknya, beri dukungan aspek positif yang tentu tetap hadir di antara persepsi negatif mereka. Untuk lebih rinci Anda bisa menghubungi konselor di sekitar wilayah tempat tinggal Anda. Namun, sekali lagi, upaya Anda harus dilandasi niat positif mencairkan daripada niat negatif meruntuhkan.
Sumber: femina.co.id
Komentar
Posting Komentar