Keindahan Wanita
Diakui atau tidak setiap wanita memiliki lekukan yang dapat menarik
perhatian lawan jenisnya. Lekukan yang dimaksud di sini adalah ciri
fisik (tidak selalu berkaitan dengan seks) kewanitaan yang pastinya
dimiliki setiap wanita. Kecantikan yang telah dipercayakan kepadanya
dari Sang Pemberi Keindahan.
Mungkin ada yang akan mengatakan tidak setiap wanita cantik. Atau mengatakan bahwa kalimat ‘setiap wanita itu cantik’ adalah kalimat yang dibuat untuk menghibur para wanita yang tidak cantik. Tapi, coba pikirkan lagi, benarkah?
Kembali lagi ke kata ‘cantik’. Apa kata itu berarti kulit cerah (atau untuk kalangan Barat), postur tinggi langsing, bibir tipis (atau penuh seksi untuk kalangan tertentu) merekah, wajah lonjong, hidung mancung, mata besar, dan rambut halus? Tidak ada satu kamus pun di dunia yang menggambarkan cantik seperti itu.
Parameter-parameter di atas hanyalah buatan manusia. Gambaran cantik seperti itu bermakna sangat sempit dan menafikan Tuhan sebagai pencipta yang sempurna. Setiap wanita ciptaanNya merupakan karya yang luar biasa. Setiap lekuk wanita yang diciptakanNya adalah keindahan.
Keindahan ini merupakan fitrah, anugerah, namun kadang menjadi bencana bagi wanita itu sendiri bahkan bagi orang lain. Banyak wanita yang mendapat pujian, sanjungan atas kecantikannya, namun ada pula yang mendapat musibah karena kecantikannya sendiri. Dan, hal ini tidak perlu dijelaskan lagi, karena masing-masing dari kita telah memahami hal tersebut. Bahkan, mengetahui beberapa kejadian yang menjelaskannya.
Ini menjadi semacam dilema bagi para wanita. Di satu sisi dia ingin merasa dan terlihat cantik. Di sisi lain dia tidak ingin kecantikannya dilecehkan lawan jenis. Dan, percaya atau tidak dilema ini dimiliki oleh setiap wanita. Walaupun memang rasionya berbeda-beda.
Hasil dari dilema ini pun bermacam-macam. Ada yang menjadi tidak peduli dilecehkan (‘ini gue, makanya jadi laki-laki jangan ngeres’). Ada pula yang akhirnya tidak peduli dengan kecantikannya (‘udahlah, daripada ada apa-apa, mending keliatan jelek aja’). Yang mana hasil yang terbaik?
Guess what? Tidak ada dari kedua hasil itu yang paling baik karena keduanya merugikan wanita. Wanita adalah makhlukNya yang indah. Oleh karena itu Tuhan menyertakan sifat ‘suka akan keindahan’ dan ‘pemelihara keindahan’ kepadanya. Tuhan menginginkan agar keindahan yang difitrahkan pada setiap wanita tidak sia-sia.
Tetapi, bukan berarti wanita menutup mata akan hal buruk yang mungkin dapat terjadi karena kecantikan yang dimilikinya. Justru karena itu adalah anugerah yang difitrahkan kepadanya. Sudah seharusnya setiap wanita menjaga tujuan agung Sang Pencipta.
Setiap wanita harus memiliki kesadaran untuk tidak menjadi obyek. Tapi, jadilah subyek. Obyek menunjuk kepada sesuatu yang menjadi pelampiasan aktivitas pihak lain. Sedangkan subyek berarti pihak yang melakukan atau mewujudkan sesuatu terjadi. Contoh pada kalimat sederhana berikut:
A membaca buku A adalah subyek. Sedangkan buku adalah obyek. Subyek biasanya berupa individu yang memiliki kuasa sehingga sesuatu terjadi. Sedangkan obyek sebagian besar berupa benda mati atau invidu yang tidak berdaya menerima apa pun yang dilakukan subyek (hal yang baik maupun yang buruk).
Wanita sebagai obyek artinya wanita dijadikan seperti benda atau individu yang harus menerima apa pun yang dilakukan pihak lain. Seperti yang dituliskan di atas wanita adalah makhluk yang indah, karena itu, pastinya akan menjadi obyek yang sangat menyenangkan. Dengan menjadi obyek wanita tidak memiliki kendali atas kualitas yang dimilikinya.
Lain halnya dengan menjadi subyek. Sebagai subyek wanita diposisikan sebagai individu yang memiliki kuasa atas dirinya dan kendali akan potensi serta kualitas yang dimilikinya.
Kualitas fisik yang dimiliki seorang wanita hanyalah sebagian kecil dari seluruh potensinya. Jika potensi ini disadari dan diarahkan akan memberi hal positif bagi dirinya. Bahkan, bagi orang lain dan lingkungannya. Wanita yang memposisikan dirinya sebagai subyek adalah wanita terhormat yang merupakan anugerah terbesar bagi keluarganya, masyarakatnya, dan bagi dunia tempat kita berada.
Sumber: syair79.wordpress.com
Mungkin ada yang akan mengatakan tidak setiap wanita cantik. Atau mengatakan bahwa kalimat ‘setiap wanita itu cantik’ adalah kalimat yang dibuat untuk menghibur para wanita yang tidak cantik. Tapi, coba pikirkan lagi, benarkah?
Kembali lagi ke kata ‘cantik’. Apa kata itu berarti kulit cerah (atau untuk kalangan Barat), postur tinggi langsing, bibir tipis (atau penuh seksi untuk kalangan tertentu) merekah, wajah lonjong, hidung mancung, mata besar, dan rambut halus? Tidak ada satu kamus pun di dunia yang menggambarkan cantik seperti itu.
Parameter-parameter di atas hanyalah buatan manusia. Gambaran cantik seperti itu bermakna sangat sempit dan menafikan Tuhan sebagai pencipta yang sempurna. Setiap wanita ciptaanNya merupakan karya yang luar biasa. Setiap lekuk wanita yang diciptakanNya adalah keindahan.
Keindahan ini merupakan fitrah, anugerah, namun kadang menjadi bencana bagi wanita itu sendiri bahkan bagi orang lain. Banyak wanita yang mendapat pujian, sanjungan atas kecantikannya, namun ada pula yang mendapat musibah karena kecantikannya sendiri. Dan, hal ini tidak perlu dijelaskan lagi, karena masing-masing dari kita telah memahami hal tersebut. Bahkan, mengetahui beberapa kejadian yang menjelaskannya.
Ini menjadi semacam dilema bagi para wanita. Di satu sisi dia ingin merasa dan terlihat cantik. Di sisi lain dia tidak ingin kecantikannya dilecehkan lawan jenis. Dan, percaya atau tidak dilema ini dimiliki oleh setiap wanita. Walaupun memang rasionya berbeda-beda.
Hasil dari dilema ini pun bermacam-macam. Ada yang menjadi tidak peduli dilecehkan (‘ini gue, makanya jadi laki-laki jangan ngeres’). Ada pula yang akhirnya tidak peduli dengan kecantikannya (‘udahlah, daripada ada apa-apa, mending keliatan jelek aja’). Yang mana hasil yang terbaik?
Guess what? Tidak ada dari kedua hasil itu yang paling baik karena keduanya merugikan wanita. Wanita adalah makhlukNya yang indah. Oleh karena itu Tuhan menyertakan sifat ‘suka akan keindahan’ dan ‘pemelihara keindahan’ kepadanya. Tuhan menginginkan agar keindahan yang difitrahkan pada setiap wanita tidak sia-sia.
Tetapi, bukan berarti wanita menutup mata akan hal buruk yang mungkin dapat terjadi karena kecantikan yang dimilikinya. Justru karena itu adalah anugerah yang difitrahkan kepadanya. Sudah seharusnya setiap wanita menjaga tujuan agung Sang Pencipta.
Setiap wanita harus memiliki kesadaran untuk tidak menjadi obyek. Tapi, jadilah subyek. Obyek menunjuk kepada sesuatu yang menjadi pelampiasan aktivitas pihak lain. Sedangkan subyek berarti pihak yang melakukan atau mewujudkan sesuatu terjadi. Contoh pada kalimat sederhana berikut:
A membaca buku A adalah subyek. Sedangkan buku adalah obyek. Subyek biasanya berupa individu yang memiliki kuasa sehingga sesuatu terjadi. Sedangkan obyek sebagian besar berupa benda mati atau invidu yang tidak berdaya menerima apa pun yang dilakukan subyek (hal yang baik maupun yang buruk).
Wanita sebagai obyek artinya wanita dijadikan seperti benda atau individu yang harus menerima apa pun yang dilakukan pihak lain. Seperti yang dituliskan di atas wanita adalah makhluk yang indah, karena itu, pastinya akan menjadi obyek yang sangat menyenangkan. Dengan menjadi obyek wanita tidak memiliki kendali atas kualitas yang dimilikinya.
Lain halnya dengan menjadi subyek. Sebagai subyek wanita diposisikan sebagai individu yang memiliki kuasa atas dirinya dan kendali akan potensi serta kualitas yang dimilikinya.
Kualitas fisik yang dimiliki seorang wanita hanyalah sebagian kecil dari seluruh potensinya. Jika potensi ini disadari dan diarahkan akan memberi hal positif bagi dirinya. Bahkan, bagi orang lain dan lingkungannya. Wanita yang memposisikan dirinya sebagai subyek adalah wanita terhormat yang merupakan anugerah terbesar bagi keluarganya, masyarakatnya, dan bagi dunia tempat kita berada.
Sumber: syair79.wordpress.com
Komentar
Posting Komentar