Tindakan yang Pelan-pelan Merusak Kehidupan
Kemarin luka pohon ini masih sedikit, saya kira ada orang iseng. Pagi
ini lukanya sudah lebih dari yang kemarin. Entah butuh berapa hari lagi
untuk membuat pohon ini tumbang. Pelan-pelan kehidupan ini di rusak
(dok.pri)
Serpihan-serpihan kayu yang bercecer di trotoar membuat saya miris. Tepat di tepi jalan menjulang pohon Angsana yang menjulang tinggi. Daun tipe peneduh memang memanjakan pejalan kaki yang melintas dibawahnya. Sengatan matahari sudah di tangkis oleh daunnya, begitu juga dengan tetesan air hujan yang dibelokan dan dialirkan menuju rantin hingga batang. Namun sampai kapan, pohon ini akan terus bertahan memberi kenyamanan kepada penikmatnta saat sedikit demi sedikit di lukai.
Hampir tiap pagi saya menyusuri jalanan Salatiga untuk sekedar olah raga saja. Mata ini hafal setiap perubahan yang terjadi. Namun, kali ini sepertinya ada revolusi perusakan. Pohon-pohon Angsana sedikit-demi sedikir di lukai. Entah itu perbuatan iseng karena tidak ada pekerjaan atau ada sebuah misi tertentu. Biasanya ada tujuan, yakni membunuh pohon itu agar segera tumbang.
Pohon yang diberi labeh cat putih melingkar, artinya itu pohon milik negara alias plat merah. Hanya negara saja yang berhak pohon itu mau diapakan, sedang rakyat saya kira tak berhak menyentuh apalagi merusak properti negara. Di beberapa tempat hal senada, yakni prosesi melukai pohon agar mati itu ada. Ada yang mengebornya lalu ditanam bahan-bahan kimia tertentu di pembuluh batangnya. Bahkan ada yang bilang, “dikasih trasi kan nanti akan mati dengan sendirinya”. Ada yang melukai dengan menaruh sampah di sekeliling pohon lalu membakarnya. Masih banyak praktik-praktik kotor demi mengemban misi tertentu.
Dulu ada pohon yang sengaja ditebang dengan alasan, pohon tersebut menutupi papan reklame. Ada juga yang bilang, pohonnya sudah tua dan takut kalau tumbang menimbulkan korban. Baiklah alasan tersebut diterima, tetapi seyogyanya diremajakan lagi dengan cara di tanam ulang, kenyataannya di tanami paving blok.
Tak hanya diperkotaan saja yang melakukan aksi serupa. Di Taman Nasional Gunung Merbabu, saya sempat menemui praktik-praktik pembunuhan pohon secara pelan-pelan. Biasanya pelaku melukai sekeliling batang untuk merusak jaringan pengangkut/kambium. Dengan begitu, maka unsur-unsur hara yang diperlukan daun untuk fotosintesis tidak ada. Akibatnya fotosintesis tidak terjadi, pohon kurang nutrisi akhirnya kering dan mati. Usai itu baru dinyatakan layak tebang, karena sudah mati.
Pepohonan yang besar dan berjajar memberikan kenyamana bagi pejalan kaki yang melintas. Akan sampai kapan kenyamanan ini di pertahankan..? (dok.pri).
Pohon adalah organisme autotrof yakni bisa menciptakan makanannya sendiri. Bersama bakteri, fitoplankton dan alga, mereka adalah pioner kehidupan di bumi. Lewat zat hijau daun (klorofil/kloroplas) mereka mampu menangkap energi dari cahaya matahari berupa gelombang foton untuk berfotosintesis. Pada proses ini tumbuhan juga mengambil karbon dioksida, dan mengubahnya menjadi oksigen. Jasa mahluk autotrof ini adalah menyediakan energi dan oksigen. Apa yang kita makan dan hirup itu adalah jasa tumbuhan.
Praktik kotor yang pelan-pelan membunuh kehidupan. Membakar untuk merusak jaringan pengangkut tumbuhan yang nantinya akan membunuhnya pelan-pelan (dok.pri)
Pertanyaan sekarang, mengapa ada yang tega melukai untuk membunuhnya. Secara tidak langsung juga akan membunuh pelan-pelan kehidupan yang lain. Tidak hanya makanan dan oksigen yang menjadi layanan tumbuhan. Sebagian besar obat dari tumbuhan, akarnya juga mampu menyimpan air dan menjaga konsistensi tanah. Selain itu, burung-burung dan hewan tertentu terasa aman bertempat tinggal disana. Menahan angin, menangkis paparan matahari dan hempasan hujan, menjaga kelembapan, menciptakan suasana sejuk dan teduh dan yang pasti mata ini juga seger melihat yang hijau-hijau.
Entah siapa pelaku perusakan ini. Yang pasti banyak mahluk yang akan mendapatkan dampak buruknya. Mahluk-mahluk halus penunggu pohon entah akan pindah kemana, burung yang sedang membuat sangkar juga harus mengungsi, hawa sejuk dan teduh siap-siap sirna dan banyak lagi kerugian. Entahlah, pada prinsipnya saya mengecam keras tindakan kurang benar ini, apapun alasannya.
Sumber: http://green.kompasiana.com
Serpihan-serpihan kayu yang bercecer di trotoar membuat saya miris. Tepat di tepi jalan menjulang pohon Angsana yang menjulang tinggi. Daun tipe peneduh memang memanjakan pejalan kaki yang melintas dibawahnya. Sengatan matahari sudah di tangkis oleh daunnya, begitu juga dengan tetesan air hujan yang dibelokan dan dialirkan menuju rantin hingga batang. Namun sampai kapan, pohon ini akan terus bertahan memberi kenyamanan kepada penikmatnta saat sedikit demi sedikit di lukai.
Hampir tiap pagi saya menyusuri jalanan Salatiga untuk sekedar olah raga saja. Mata ini hafal setiap perubahan yang terjadi. Namun, kali ini sepertinya ada revolusi perusakan. Pohon-pohon Angsana sedikit-demi sedikir di lukai. Entah itu perbuatan iseng karena tidak ada pekerjaan atau ada sebuah misi tertentu. Biasanya ada tujuan, yakni membunuh pohon itu agar segera tumbang.
Pohon yang diberi labeh cat putih melingkar, artinya itu pohon milik negara alias plat merah. Hanya negara saja yang berhak pohon itu mau diapakan, sedang rakyat saya kira tak berhak menyentuh apalagi merusak properti negara. Di beberapa tempat hal senada, yakni prosesi melukai pohon agar mati itu ada. Ada yang mengebornya lalu ditanam bahan-bahan kimia tertentu di pembuluh batangnya. Bahkan ada yang bilang, “dikasih trasi kan nanti akan mati dengan sendirinya”. Ada yang melukai dengan menaruh sampah di sekeliling pohon lalu membakarnya. Masih banyak praktik-praktik kotor demi mengemban misi tertentu.
Dulu ada pohon yang sengaja ditebang dengan alasan, pohon tersebut menutupi papan reklame. Ada juga yang bilang, pohonnya sudah tua dan takut kalau tumbang menimbulkan korban. Baiklah alasan tersebut diterima, tetapi seyogyanya diremajakan lagi dengan cara di tanam ulang, kenyataannya di tanami paving blok.
Tak hanya diperkotaan saja yang melakukan aksi serupa. Di Taman Nasional Gunung Merbabu, saya sempat menemui praktik-praktik pembunuhan pohon secara pelan-pelan. Biasanya pelaku melukai sekeliling batang untuk merusak jaringan pengangkut/kambium. Dengan begitu, maka unsur-unsur hara yang diperlukan daun untuk fotosintesis tidak ada. Akibatnya fotosintesis tidak terjadi, pohon kurang nutrisi akhirnya kering dan mati. Usai itu baru dinyatakan layak tebang, karena sudah mati.
Pepohonan yang besar dan berjajar memberikan kenyamana bagi pejalan kaki yang melintas. Akan sampai kapan kenyamanan ini di pertahankan..? (dok.pri).
Pohon adalah organisme autotrof yakni bisa menciptakan makanannya sendiri. Bersama bakteri, fitoplankton dan alga, mereka adalah pioner kehidupan di bumi. Lewat zat hijau daun (klorofil/kloroplas) mereka mampu menangkap energi dari cahaya matahari berupa gelombang foton untuk berfotosintesis. Pada proses ini tumbuhan juga mengambil karbon dioksida, dan mengubahnya menjadi oksigen. Jasa mahluk autotrof ini adalah menyediakan energi dan oksigen. Apa yang kita makan dan hirup itu adalah jasa tumbuhan.
Praktik kotor yang pelan-pelan membunuh kehidupan. Membakar untuk merusak jaringan pengangkut tumbuhan yang nantinya akan membunuhnya pelan-pelan (dok.pri)
Pertanyaan sekarang, mengapa ada yang tega melukai untuk membunuhnya. Secara tidak langsung juga akan membunuh pelan-pelan kehidupan yang lain. Tidak hanya makanan dan oksigen yang menjadi layanan tumbuhan. Sebagian besar obat dari tumbuhan, akarnya juga mampu menyimpan air dan menjaga konsistensi tanah. Selain itu, burung-burung dan hewan tertentu terasa aman bertempat tinggal disana. Menahan angin, menangkis paparan matahari dan hempasan hujan, menjaga kelembapan, menciptakan suasana sejuk dan teduh dan yang pasti mata ini juga seger melihat yang hijau-hijau.
Entah siapa pelaku perusakan ini. Yang pasti banyak mahluk yang akan mendapatkan dampak buruknya. Mahluk-mahluk halus penunggu pohon entah akan pindah kemana, burung yang sedang membuat sangkar juga harus mengungsi, hawa sejuk dan teduh siap-siap sirna dan banyak lagi kerugian. Entahlah, pada prinsipnya saya mengecam keras tindakan kurang benar ini, apapun alasannya.
Sumber: http://green.kompasiana.com
Komentar
Posting Komentar